MAJALAHTEBAR.com. Sektor pertanian sudah terbukti menjadi andalan dengan tetap tumbuh positif di masa pandemi. Namun, usaha yang berbasis pada produksi pertanian secara umum kurang memikat generasi milenial.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, proporsi pemuda terus menurun dalam satu dekade terakhir. Pada 2011, tercatat ada 29,18% pemuda yang bekerja di sektor ini. Angkanya merosot menjadi sebesar 19,18% pada 2021.
Masih menurut data BPS, pada 2018 hanya 885.077 petani yang berusia di bawah 25 tahun. Petani yang berusia 25-34 tahun sebanyak 4,1 juta jiwa. Kemudian, usia 35-44 tahun sebanyak 8,17 juta jiwa. Kelompok petani dominan di rentang usia 45-54 tahun, yakni 9,19 juta jiwa. Petani dari kelompok usia 55-64 tahun dan diatas 65 tahun sebanyak 6,95 juta jiwa dan 4,19 juta jiwa.
Meski pemerintah memberikan stimulus seperti Pemprov Jawa Barat dengan program petani milenialnya, ternyata tidak serta-merta milenial berbondong-bondong terjun ke pertanian. Antusiasme petani muda bukan hanya soal modal atau bantuan pemerintah. Lingkungan juga memberi kontribusi besar yang membuat petani milenial lebih tergiur bekerja didepan meja di ibukota.
Lantas, adakah daerah sentra pertanian yang memiliki banyak tenaga kerja milenial. Ada, tengok saja di Desa Kebonrejo, Kecamatan Kepung, Kediri, Jawa Timur. Petani milenial Kebonrejo bahkan ada yang masih usia sekolah saat PJJ kala pandemi lalu.
Mayoritas masyarakat atau sebagian besar kepala keluarga termasuk Kepala Desa berprofesi atau memiliki usahatani. Komoditi yang menjadi andalan yakni hortikultura seperti cabai, tomat, bawang merah.
Bahkan budidaya cabai sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Desa Kebonrejo, hingga daerah ini menjadi barometer pengembangan cabai merah di Jawa Timur. “Ya memang warga daerah kami 99% petani dan mayoritas petani cabai. Penggeliat cabai seniornya Kediri. Banyak petani muda. Kalau di luaran pemuda jarang mau bertani. Di sini (Desa Kebonrejo) bahkan ada yang umur 17 tahun sudah bertani. Bahkan waktu pandemi kemarin sekolah daring, anak-anak terjun ke lahan,” jelas Yoni Widarto yang juga Kepala Desa Kebonrejo.
ETOS KERJA TINGGI
Para petani milenial Desa Kebonrejo, tambah Widarto juga memiliki etos kerja tinggi. Mereka melakukan aktivitas pemeliharaan bukan hanya pada siang hari tetapi hingga malah atau dini hari seperti menyemprot atau mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Makanya, antraknosa yang menjadi momok petani pada umumnya nyaris tidak ditemukan pada lahan petani.
Petani menanam cabai merah pada bulan Agustus yang akan panen rata-rata Desember hingga Februari. Panen raya pada pertengahan bulan Desember dengan volume mencapai 100 ton per hari.
Setelah cabai petani melanjutkan menanam tomat, bawang merah, terong hingga Mei. Setelah itu petani serempak menanam jagung.
Walaupun tidak ada perencanaan tanam serempak, lanjut Widarto, seperti sudah menjadi budaya, petani pada bulan Agustus menanam cabai. Mayoritas dari jenis cabai merah besar.
“Mau ada hujan atau tidak biasanya pada bulan 8 dan 9 tanam cabai. Pemasaran selama ini ke pasar induk Pare. Belakangan ada terobosan yang mendapat dukungan Pemerintah Kabupaten Kediri, suplay cabai dari antar BUMD dari Kediri ke Jakarta untuk memangkas rantai pemasaran,” terang Ketua Asosiasi Cabai Indonesia wilayah Kediri ini.*