Meski tiap musim tanam, hama dan penyakit selalu hadir. Tapi mereka tenang mengusahakan cabai bahkan selalu berhasil memanen cabai sesuai harapan.
MAJALAHTEBAR,com. Banyak petani menyimpulkan, mengusahakan cabai ibarat mengurus bayi. Dibandingkan komoditas sayuran lainnya, merawat cabai lebih sulit. Cabai tergolong rentan terhadap serangan hama dan penyakit, maupun perubahan cuaca. Alhasil, bila sukses bertanam cabai, maka mengusahakan sayuran lainnya menjadi lebih mudah.
Disisi lain, cabai menjadi komoditas primadona para petani. Fluktuasi harganya yang tinggi justru menjadi peluang besar petani meraup untung. Ketika tanamannya mulus dan harga jualnya tinggi, tentu petani akan memperoleh keuntungan besar.
“Harga jual tak bisa ditentukan oleh petani. Tugas petani hanya berupaya merawat tanaman agar tumbuh optimal dan hasil panennya sesuai harapan,” ungkap Sulaeman yang mengusahakan 1 hektar cabai keriting di Cianjur, Jawa Barat.
Slamet Marwoto, petani cabai di Magelang, Jawa Tengah mengemukakan hal sama. “Dibandingkan 8 tahun lalu, mengusahakan cabai masa sekarang lebih sulit karena kondisi alamnya sudah berubah. Oleh karena itu pengolahan lahan harus optimal, sehingga perawatan tanaman menjadi lebih mudah. Terlebih bila didukung sarana produksi seperti pestisida yang mumpuni,” urai Marwoto yang sudah menekuni usaha tani cabai sejak 2014 silam.
Karena cuaca sulit diprediksi, ditambah pengolahan lahan yang kurang baik, menurut Marwoto, hama dan penyakit lebih mudah menyerang tanaman cabai. Di wilayah Magelang, lanjut dia hama dan penyakit cabai kerap hadir di kebun yakni thrips, kutu kebul, patek (antraknosa), layu, dan virus kuning.
Sementara di Cianjur, menurut Sulaeman, karena banyak hujan (Januari – Februari), penyakit yang dominan yaitu antraknosa dan layu. Sedangkan hamanya yang terus ada adalah kutu-kutuan, seperti thrips, kutu kebul, dan ulat buah.
Meski selalu dirongrong hama dan penyakit, Marwoto dan Sulaeman, hingga kini eksis mengusahakan cabai. “Sudah 8 tahun saya mengusahakan sayuran termasuk cabai. Sejak 2017, saya memilih produk-produk MKD untuk menangani hama maupun penyakit,” aku Marwoto.
Produk MKD yang menjadi andalan pria 33 tahun itu yakni insektisida ROTRAZ 200 EC, abamektin 72 g/l EC, fungisida mancozeb 80%, difenokonazol 250 g/l EC, serta biostimulan FORSIL. “Saya memilih produk MKD karena kualitasnya mumpuni, harganya terjangkau, hasilnya bagus, dan sudah terbukti bagus selama bertahun-tahun,” tandas Marwoto.
PANEN SESUAI HARAPAN
Dalam 1 tahun terakhir, Sulaeman beralih menggunakan produk-produk MKD. “Alhamdulillah, setiap musim tanam, saya dapat memanen cabai sesuai harapan, bahkan produksinya meningkat,” jelasnya.
Produk MKD yang menjadi andalan Sulaeman yaitu insektisida ROTRAZ 200 EC, abamektin 72 g/l EC, klorpirifos 600 g/l + sipermetrin 60 g/l EC. Klorfenapir 230 g/l EC, fungisida mancozeb 80%, dan biostimulan FORSIL.
Marwoto dan Sulaeman dalam mengendalikan thrips menggunakan Insektisida abamektin 72 g/l EC yang bersifat racun kontak dan lambung. Sedangkan insektisida ROTRAZ 200 EC yang bersifat racun kontak dan pernapasan itu, mereka gunakan terutama untuk mengendalikan tungau dan beragam kutu daun lainnya. “Hingga sekarang, abamektin MKD tetap ampuh mengendalikan thrips, karena konsentrasi bahan aktifnya sangat tinggi (72%),” ujar Marwoto.
Biasanya, lanjut Marwoto, thrips sudah mulai menyerang tanaman cabai sejak usia 7 hari setelah tanam pengendalian sudah ia lakukan sejak dini. “Untuk 1 tanki knapsack 16 liter, saya campurkan 8ml abamektin 72 g/l EC, 1 sendok mancozeb 80%, 8 ml ROTRAZ 200 EC, pupuk daun, dan perekat,” akunya.
Hal itu ia lakukan selain melindungi tanaman dan serangan thrips, juga mencegah serangan kutu-kutuan lainnya maupun penyakit. “Konsentrasi ditingkatkan sesuai dengan umur tanaman dan intensitas serangan hama maupun penyakit di lapangan,” imbuhnya.
Dalam cuaca normal, Marwoto melakukan penyemprotan dengan interval 7 hari sekali. Sebaliknyam bila cuaca ekstrim, interval penyemprotan lebih rapat menjadi 5-6 hari sekali. Cuaca ekstrim umumnya terjadi pada Januari – Februari. “Bahkan sekarang (Februari) ekstrim sekali,” ucapnya.
Sulaeman melakukan penyemprotan mulai tanaman berumur 7 HST. ” Pada cuaca normal, ulangi penyemprotan seminggu sekali. Bila cuaca ekstrim, penyemprotan lebih rapat menjadi 3-4 hari sekali,” ujarnya.
APLIKASI SELANG-SELING
Dalam penyemprotan, Sulaeman mengaku selalu mencampurkan fungisida mancozeb 80% dengan insektisida. “Pemilihan insektisida saya tentukan setelah mengamati kondisi di lapangan. Aplikasinya secar selang-seling. Untuk kutu-kutuanm saya tambahkan ROTRAZ 200 EC, atau klorpirifos 600 g/l + sipermetrin 60 g/l EC atau abamektim 72 g/l EC.
Bila ada serangan ulat, insektisidanya saya ganti dengan klorfenapir 320 g/l EC,” paparnya. Konsentrasi penyemprotan, selain mengikuti aturan pada label kemasan, saya selalu minta konfirmasi kepada petugas lapangan MKD. Pada penyemprotan pertama misalnya, pertanki knapsack sprayer 16 liter, saya mencampurkan 2 sendok mancozeb 80% dan 10ml klorporofos 600 g/l + sipermetrin 60.
“Kualitas produk MKD memang bagus dan sudah teruji. Terlebih, dalam setiap pengendalian, saya menerapkan hasil monitoring di lapangan dan rolling dalam penggunaan jenis pestisida. Oleh karena itu, hasil penyemprotannya menjadi efektif dan efisien,” jelas Marwoto
Cara aplikasi tiap petani boleh berbeda. Namun, bagi Sulaeman dan Marwoto, produk-produk MKD telah lama terbukti mampu membantu kelancaran usaha tani mereka. Wajar bila kini mereka terus menggunakannya.*