Realisasi AUTP Triwulan III Tahun 2023 mencapai 143,4 ribu ha dengan nilai Rp 20,6 miliar. Asuransi ini terserap paling besar di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
MAJALAHTEBAR.com. Realisasi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) pada triwulan III mencapai 143,4 ribu ha dengan nilai Rp 20,6 miliar. Jawa Barat menjadi wilayah yang paling besar realisasinya, mencapai 50,7 ribu Ha disusul Jawa Timur seluas 27,1 ribu Ha dan Jawa Tengah 20,1 ribu Ha.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Ali Jamil mengatakan, banyak pencapaian sejak penerapan asuransi pertanian. Dengan ikut asuransi pertanian ini, petani menjadi merasa aman untuk berproduksi. “Kita tidak ingin kalau kena bencana alam seperti banjir, kekeringan, bencana alam itu menyebabkan petani yang rugi,” kata Ali Jamil di Jakarta awal Oktober 2023.
Setelah bergabung dalam sebuah kelompok tani dan memahami manfaat jaminan kerugian yang didapat dari program asuransi pertanian, maka petani bisa segera mendaftarkan diri. Namun, umur tanaman padi yang dapat didaftarkan AUTP maksimal berumur 30 hari waktu setelah tanam (HST).
“Untuk mendaftarkan diri, petani juga akan mendapat pendampingan khusus dari petugas UPTD Kecamatan serta Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL),” imbuh Ali Jamil.
PETANI HANYA BAYAR 36 RIBU
Program AUTP ini hanya mewajibkan petani membayar Rp 36.000 per hektar per musim tanam, sementara sisanya atau sebesar Rp 144.000 ditanggung oleh pemerintah. Bila terjadi gagal panen akibat hama, kekeringan, dan banjir, maka petani bisa mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 6 juta per ha.
“Preminya murah karena dapat subsidi dari pemerintah, jadi hanya Rp 36 ribu per hektar dari aslinya Rp 180 ribu. Sayang sekali kalau petani tidak ikut. Karena jika mereka gagal panen, kan ada uang yang akan cair sebesar Rp 6 juta per hektar. Ini kan sangat membantu petani,” kata Ali Jamil.
Adanya tren positif peserta AUTP menurut dia, karena pelaksanaan asuransi pertanian yang bekerjasama dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) ini memberikan berbagai keuntungan bagi petani/peternak. Bukan hanya nilai premi yang dibayarkan petani cukup murah, tapi juga memberikan ketenangan dalam berusaha.
“Petani semakin mengerti manfaat dan peluang dari asuransi ini. Petani tidak tahu lahannya rusak terkena banjir, kekeringan atau terserang hama penyakit,” tuturnya.
Seperti diketahui, AUTP merupakan upaya Kementerian Pertanian untuk melindungi usaha tani agar petani masih bisa melanjutkan usahanya ketika terkena bencana banjir, kekeringan atau serangan OPT.
Ali Jamil menambahkan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pemerintah dan pemerintah daerah (Pemda) wajib melindung petani. Maksudnya, Pemda dapat berkontribusi membayarkan premi 20% AUTP melalui APBD nya.
“Artinya, ada alokasi APBD untuk membantu petani membayar premi 20% nya,” katanya.
Dia menyebutkan, memang ada sebagian Pemda yang sangat peduli dengan petani, sehingga Pemda mengalokasikan sebagian anggaran untuk membantu petani membayar premi.
“Untuk pembayaran premi, 80%-nya sudah diberikan Kementan, sedangkan 20% dibayarkan petani. 20% itulah yang dapat dicover dengan APBD. Dibayar dengan anggaran Pemda,” pungkasnya.
REALISASI KUR PERTANIAN CAPAI Rp 53,5 TRILIUN
Sementara, realisasi serapan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian hingga 2 Oktober 2023 mencapai Rp 53,5 triliun. Serapan KUR tertinggi terjadi untuk sektor perkebunan yang mencapai Rp 21.2 triliun atau 64,09% dengan 311.111 debitur.
Selain perkebunan, serapan KUR tersalurkan untuk tanaman pangan Rp 12,66 triliun, peternakan Rp 9,89 triliun, hortikultura Rp 5,18 triliun, jasa mixed farming Rp 3,9 triliun, serta jasa pertanian, perkebunan, dan peternakan Rp 612 miliar.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil mengajak para petani dan pimpinan daerah untuk memanfaatkan layanan KUR demi meningkatkan kinerja sektor pertanian dari hulu hingga hilir.
“Kalau ini termanfaatkan dengan baik, maka tidak perlu lagi petani ngambil pinjaman dari mana-mana yang bunganya besar-besar. Tentu saja, semua penerima KUR masuk dalam kelompok-kelompok tani yang dikendalikan bersama-sama,” ujar Ali Jamil.
Dia menjelaskan, penyerapan KUR pertanian masih didominasi sektor hulu. Kementan akan mendorong juga pemanfaatan KUR di sektor hilir, seperti untuk pembelian alat pertanian.
“Sektor hulu selama ini dianggap lebih mudah diakses karena tidak memerlukan agunan. Padahal KUR dengan plafon besar pun sebenarnya akan mudah diakses jika digunakan untuk pembelian alat,” ungkap Ali Jamil.
Realisasi serapan KUR ini tersebar di sejumlah Provinsi. Tertinggi serapannya adalah Jawa Timur sebesar Rp 9,01 triliun. Disusul Jawa tengah sebesar Rp 6,9 triliun, Riau sebesar Rp 3.8 triliun, dan Sumatera Utara Rp 3,6 triliun.
“Kami akan tingkatkan serapan di Provinsi yang lainnya. Karena belum semua petani tau proses mengakses KUR ini,” tambahnya.
Syarat mendapat KUR pertanian cukup mudah. Petani hanya diharuskan memiliki lahan garapan produktif, rancangan pembiayaan anggaran, dan sejumlah syarat untuk kepentingan BI Checking.*