Drone penebar pupuk granuler hasil modifikasi drone penyemprot pestisida, dirancang dengan kapasitas muat 15 kg dan kapasitas kerja 0,8 – 1 ha/jam. Biaya tenaga pemupukan Rp 1,4 juta lebih hemat dari tenaga manual yang membutuhkan Rp 2 juta per hektar.
MAJALAHTEBAR.com. Seiring dengan perkembangan teknologi, Drone telah masuk dalam mekanisasi pertanian melalui perannya sebagai alat atau mesin penebar benih, pupuk dan pestisida. Bahkan kini sudah ada inovasi yang memungkinkan menebar pupuk granular setelah berhasil dalam penyemprotan pupuk cair (drone sprayer).
Drone sendiri merupakan pesawat tanpa awak yang dikendalikan dari jarak jauh dengan menggunakan komputer atau remote cotrol, yang bisa digunakan untuk membawa muatan. Penggunaan drone khususnya untuk pertanian saat ini sangat dibutuhkan karena dianggap lebih efektif dan efisien, sangat baik untuk menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Pengembangan drone untuk pemupukan telah dilakukan berbagai pihak termasuk oleh Kementerian Pertanian melalui Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan). Inovasi pemupukan menggunakan drone mampu menebar benih padi dan pupuk granule.
Drone tipe ini hasil modifikasi dari drone penyemprot pestisida. Modifikasi dilakukan dengan cara mengganti penampung benih padi (hopper) dan memasang atau mengatur pengeluaran benih padi (seed metering devices).
Drone ini mempunyai kapasitas muat sekitar 15 kg benih padi, kecepatan tanam 2-3 km/jam dengan ketinggian 1,5-2 m dari permukaan tanah, lebar kerja 4 meter, kapasitas kerja 0,8-1 ha/jam (1,00-1,25 jam/ha). Jumlah benih rata-rata 144 butir/m2, sementara dari perhitungan, kecepatan padi yang ditebar dari drone adalah 6,3 m/det (21,6 km/jam).
Mengoperasikan drone penebar benih padi ini terbilang sederhana. Operator hanya memasukan data program ke remote control. Tangki benih padi atau hopper diisi terlebih dahulu. Dari Kapasitas 15 kg tangki harus diisi 80% bagian saja atau 12 kg dengan bukaan sebesar 70%. Hal ini bertujuan untuk menghindari keluarnya benih padi terhambat akibat mampat atau tersumbat.
Drone bergerak mengikuti titik batas operasional sesuai arahan sistem pemosisi global (GPS), selanjutnya drone akan kembali ke posisi awal ketika indikator baterai menunjukkan sisa baterai 20%. Artinya baterai harus diganti dengan yang terisi penuh, drone pun kembali menuju titik terakhir persebaran benih.
Benih untuk penggunaan drone tidak boleh sembarangan, benih harus dalam kondisi bersih dari debu dan akan lebih baik benih padi dalam kondisi terlapisi (coated seed). Lahan yang akan ditanami juga harus dalam keadaan siap tanam. Artinya bila pertanaman di lakukan di lahan kering, irigasi sawah sudah harus tersedia terlebih dahulu.
Namun, dalam hal ini pengertian irigasi tidak sama dengan penggenangan. Penggenangan lahan sangat dihindari karena dapat menyebabkan lahan berbeda tinggi. Dampaknya benih terkumpul di bagian yang lebih rendah. Olah tanah sawah atau pembajakan juga wajib dilakukan agar benih memiliki media tanam yang baik.
Pertimbangan kondisi cuaca tidak boleh luput sebelum mengaplikasikan drone penebar benih. Pasalnya drone belum dapat dioperasikan dalam kondisi hujan dan berangin kencang. Kecepatan angin yang berlebih sangat berpengaruh terhadap kestabilan terbang drone dan ketepatan penebaran benih padi di sawah.
Sementara, Drone untuk penebar pupuk granuler, sama dengan drone penebar benih padi, adalah hasil modifikasi drone penyemprot pestisida menjadi drone sebagai penebar pupuk granuler. Sebelumnya, drone penyemprot pestisida dimodifikasi menjadi drone penebar benih dengan menambahkan bagian penampung benih dan menambahkan bagian pengendali keluaran benih padi. Pada drone penebar pupuk granul, bagian penampung benih diganti dengan penampung pupuk granul (fertilizer metering devices).
Drone penebar pupuk granuler ini dirancang dengan kapasitas muat 15 kg pupuk granuler (tergantung jenis pupuk), kecepatan tanam 2-3 km/jam dengan ketinggian 1,5-2,0 m dari permukaan tanah, lebar kerja 4 meter, kapasitas kerja 0,8-1 ha/jam (1,00-1,25 jam/ha).
Penggunaan drone ini dianggap lebih efisien untuk membantu aktivitas pertanian. Pasalnya, petani hanya perlu mengontrol drone tersebut melalui remote control.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penggunaan drone ini mampu mengefisiensikan biaya produksi hingga 40 persen. Karena, dalam 1 ha pemupukan dengan pemakaian drone hanya membutuhkan biaya Rp1,4 juta. Sedangkan cara konvensional membutuhkan dana hingga lebih dari Rp2 juta.
Hal tersebut juga terjadi pada drone penebar padi. Kemampuan drone penebar padi diketahui sepuluh kali lebih cepat dibanding menanam padi dengan tenaga manusia. Oleh karena itu, penggunaan kedua jenis drone ini sebenarnya mampu menghemat biaya produksi serta waktu. Demikian dikutip dari beberapa sumber.