Jurus Nardi berkelit dari rongrongan hama dan penyakit tanaman cabai menggunakan produk MKD. Budidaya tanaman cabai rawit dan cabai keriting pun terus eksis.
MAJALAHTEBAR.com. Penanaman cabai di wilayah Lampung sekitar 1600 hektar dengan kantong produksi utamanya di 4 wilayah. Menariknya, para petani di wilayah Lampung menyatakan bahwa mereka mengusahakan cabai sesuai dengan permintaan pasar.
Nardi, petani cabai dengan luas tanam 0,5 ha mengaku fokus mengembangkan cabai merah keriting dan cabai rawit. Sementara, cabai merah besar bukan menjadi pilihan karena pemasarannya kurang bagus.
“Sejak menjadi petani pada tahun 2000, saya langsung menanam cabai merah keriting dan cabai rawit. Saat ini saya menanam ½ hektar, masing-masing ¼ hektar cabai merah keriting dan cabai rawit,” ujar Nardi petani cabai di wilayah Lampung.
Petani cabai satu ini sengaja menghindari cabai besar karena di Lampung pemasarannya kurang. Kebutuhan pasar cabai di Lampung lebih cenderung mengarah pada cabai merah keriting dan cabai rawit.
Nardi mengakui selama menggeluti budidaya cabai, tanaman mereka tidak lepas dari ancaman serangan hama maupun penyakit. Bahkan, disetiap musim tanam, baik penghujan maupun kemarau, hama dan penyakit selalu hadir di pertanaman cabai mereka.
Bedanya, pada musim hujan serangan penyakit lebih dominan. Sebaliknya, pada musim kemarau yang dominan adalah serangan hama.
Beberapa hama yang kerap mengganggu pertanaman cabai mereka yakni tungai (Tarzonemus sp. dan Poliphagotarsonemus latus), kutu daun (Myzuz persicae), lalat buah (Bactocera spp), ulat tanah (Agrotis ipsilon) dan ulat buah (Spodoptera sp.).
Sedangkan jenis penyakitnya yaitu layu Fusarium (Fusarium oxysporum), patek atau antraknosa (Colletotricum capsici), busuk daun (Phythophthora capsici), bercak daun (Cercospora capsici), dan virus kuning (Gemini virus).
TETAP EKSIS TANAM CABAI
Meski selalu dirongrong hama dan penyakit, Nardi hingga kini tetap eksis mengusahakan cabai. “Dalam perawatan tanaman, sejak masuk produk MKD, selalu saya gunakan. Selain ROTRAZ 200 EC dan INDOCRON 500 EC, saya juga memanfaatkan fungisida dari MKD serta biostimulan FORSIL,” tandasnya.
Jurus Nardi berkelit dari rongrongan hama dan penyakit tanaman cabai dengan menggunakan produk MKD. Selain terbukti handal, pendampingan petugas lapangan juga penuh kekeluargaan. “Petugas lapangannya juga sudah seperti saudara sendiri,” aku Nardi
Insektisida ROTRAZ 200 EC yang bersifat racun kontak dan pernapasan ini, digunakan, terutama untuk mengendalikan tungau dan beragam kutu daun. “Untuk melindungi tanaman dan mengendalikan tungau dan kutu-kutuan, saya menyemprotkan ROTRAZ 200 EC mulai umur tanaman 1 minggu setelah tanam dan diulang setiap 3 hari sekali,” ujar Nardi.
Menurut Nardi, Thrips di Lampung mulai banyak menyerang pada usia tanaman 45 HST. Untuk mendukung tanaman cabai tumbuh optimal, Nardi menambahkan Forsil.
“Menjelang berbuah, pada umur 40 HST, saya menyemprotkan FORSIL secara tunggal. Hasilnya, daun menjadi hijau mengkilat dan buah cabainya juga merah mengikat.
Nardi sudah mempercayakan produk MKD karena kualitas hasil panennya juga nyata hasilnya, meningkat. Dan daya simpannya juga lebih bagus, sehingga cabai aman dikirim jarak jauh.
Tidak hanya itu saja, penggunaan biostimulan FORSIL mampu membuat tanaman cabai menjadi lebih kokoh, daun jadi lebih hijau dan segar, bunga tidak gampang rontok, serta ukuran buah menjadi lebih besar. Tanaman pun menjadi lebih tahan serangan hama maupun penyakit, sehingga tanaman menjadi lebih mudah dirawat.*