Musim kering yang ekstrim dan perubahan iklim global telah menghadirkan tantangan baru bagi sektor pertanian. Dalam budidaya kentang, busuk daun alias lodoh digadang sebagai penyakit paling ganas. Akibat serangannya, dapat menurunkan hasil panen hingga 90%.
MAJALAHTEBAR.com. Selain Nematoda Sista Kentang, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balittsa) Lembang telah mengidentifikasi sedikitnya 7 penyakit lainnya yang umum menyerang tanaman kentang. Penyakit itu antara lain layu bakteri (Ralstonia solanacearum), layu Fusarium akibat cendawan (Fusarium oxysporum), busuk daun (Phytophthora infestans), bercak kerik (Alternaria solani), busuk cincin oleh bakteri Clavibacter michiganensis subsp. sepedonicus, penyakit akibat virus kompleks, serta bengkak akar yang disebabkan nematoda Meloidogyne sp.
Ahmad Badri, Agronomist PT. Mitra Kreasidharma (MKD) Wilayah Sulawesi Selatan membenarkan salah satu penyakit tersebut ada pada pertanaman kentang di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Penyakit yang sekarang termasuk endemik yaitu busuk daun dan embun bulu.
“Memang, busuk daun merupakan penyakit yang banyak di tempat kami. Gejala serangan umumnya mulai tampak pada daun tanaman kentang setelah berumur lebih dari satu bulan. Meskipun kadang-kadang sudah mulai tampak pada tanaman berumur 21 HST,” ujarnya Badri.
Hingga kini, keberadaan P. infestans masih menjadi masalah krusial, terutama saat musim penghujan. Perkembangan patogen P. Infestans pada tanaman kentang sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban.
Selain itu, kata Syarif, Agronomist MKD wilayah Jawa Tengah, kondisi kelembaban dan curah hujan yang tinggi memiliki korelasi positif dengan intensitas penyakit ganas tersebut. “Di Wonosobo, bila cuaca ekstrim, penyakit busuk daun banyak menyerang. Namun, bila cuaca normal yang paling banyak dan sulit dikendalikan adalah penyakit layu dan kerdil,” tutur Syarif.
Gejala awal penyakit yang oleh petani Jateng disebut “lodoh” ini berupa bercak basah pada tepi daun atau bisa juga tampak pada bagian tengah daun. Bercak kemudian melebar sehingga membentuk daerah berwarna cokelat atau abu-abu dengan bagian tengahnya agak gelap dan agak basah. Pada kondisi cuaca yang relatif kering, jumlah bercak menjadi terbatas, segera mengering dan tidak meluas.
Serangan penyakit lodoh tersebut berpotensi menyebar ke tangkai, batang, dan umbi kentang. Serangan dengan intensitas berat dapat menghancurkan pertanaman kentang.
Sedangkan serangan pada umbi menyebabkan bercak cokelat atau hitam keunguan. Pada serangan yang parah, bercak dapat masuk sampai 3-6mm ke dalam umbi kentang.
Pestisida Pilihan Utama
Penularan penyakit ini pada tanaman sehat pun dapat terjadi sangat cepat dan mudah. Penyebaran penyakit oleh spora yang terbawa angin, percikan air hujan, maupun terbawa alat-alat pertanian.
Penyakit busuk daun memang berbahaya, tetapi bukan berarti tidak dapat ditanggulangi. “Pemantauan terhadap tanaman dan perkembangan penyakit sangat diperlukan,” ucap Riswan petani kentang Bantaeng.
Dan hingga kini, imbuh dia, untuk mengendalikan busuk daun pilihan utamanya adalah fungisida. “Pengendalian penyakit dengan aplikasi fungisida kontak dan sistemik perlu dilakukan,” saran Badri.
Fungisida sistemik, lanjut Badri, dapat bekerja di jaringan tanaman saat cendawan sudah penetrasi. Sedangkan fungisida kontak, mencegah terjadinya perkembangan spora.
Oleh karena itu, untuk pencegahan, sebaiknya dilakukan pengendalian mulai usia 10 HST dengan sistem kocor. Dan penyemprotan diulang 5 hari sekali dalam cuaca normal.
Melalui pendekatan yang dilakukan oleh Badri, dalam penggunaan bahan-bahan dan pemilihan pestisida yang tepat, petani dapat meningkatkan ketahanan pertanian mereka. Para petani tetap produktif bahkan dalam kondisi kekeringan.
“Sesuai anjuran Pak Badri, untuk pencegahan penyakit, penyemprotan saya lakukan pada usia tanaman 10 HST. Dengan dosis rata-rata 3 gram per liter air. Intervalnya tergantung cuaca, kalau ekstrim disemprot 1-2 hari sekali. Kalau cuaca bagus 1 minggu sekali,” terang Sahbuddin, petani kentang lainnya di Bantaeng.
Disinilah tugas Agronomist untuk memberikan informasi perihal pentingnya menganalisis kebutuhan nutrisi tanaman dan menyusun rencana pemupukan yang tepat. Termasuk pula, pemilihan pupuk organik dan pupuk majemuk yang cocok dengan tanah dan tanaman yang dibudidayakan.
“Untuk pencegahan dan pengendalian penyakit busuk daun, saya mulai menyemprotkan fungisida pada umur tanaman 14 HST. Interval penyemprotan, bila cuaca ekstrim ada badai, sehari bisa 2 kali semprot. Namun, pada cuaca normal, interval penyemprotannya 2 hari sekali,” papar Badri.
Demikian juga yang dilakukan oleh Sahbuddin. Ia mulai mengaplikasikan fungisida pertama pada umur tanaman 15 HST. Interval penyemprotan pada cuaca ekstrim, 2 hari sekali. Pada cuaca normal, 3 hari sekali.
“Saya menggunakan campuran beberapa fungisida yang disemprotkan selang-seling. Tujuannya supaya banyak penyakit tertangani, penyakit kebal dan hemat biaya,” ujarnya.*